Saling Berbagi Ilmu Pengetahuan


Kamis, 16 Mei 2013

KESALAHAN MEMAHAMI SEJARAH

KESALAHAN MEMAHAMI SEJARAH YANG PALING BANYAK DIALAMI ORANG INDONESIA

Pertama, selama 200 tahun menguasai beberapa wilayah di Indonesia, pertumbuhan agama Kristen pada zaman VOC mempunyai hasil minim. VOC hanya memprioritaskan daerah-daerah bekas koloni Portugis dan Spanyol, seperti Maluku, Minahasa dan lainnya. Kegiatan para pendeta terbatas pada melayani orang-orang Eropa dan orang-orang pribumi yang telah masuk Kristen. VOC lebih memedulikan keamanan keuntungan komersial yang diraih daripada mengonversikan orang-orang Indonesia. Upaya-upaya konversi terhadap pribumi, terutama di Jawa, dihindari karena mereka takut akan pengaruh negatifnya terhadap perolehan keuntungan ekonomi. (C. Guillot, Kiai Sadrach; Riwayat Kristenisasi di Jawa, Jakarta: Grafiti, 1985, hlm. 4-5.)


Kedua, yang berhasil menyabarkan ajaran Kristen ke orang Batak Toba adalah Bapak Lodewijk Ingwer Nommensen, asal Nordstrand, DENMARK (kini Jerman). Sebelum beliau, sudah dicoba dilakukan beberapa penginjilan oleh beberapa orang tapi gagal : http://id.wikipedia.org/wiki/Ingwer_...dwig_Nommensen

Ketiga, para imam justru menolak gajinya dibayar dan setia terhadap pemerintah Hindia Belanda sehingga pada akhirnya malah dibatasi penyebarannya: http://en.wikipedia.org/wiki/Roman_C...#Brief_History

Keempat, salah satu Misionaris di Nusantara bernama Fransiskus Xaverius yang walaupun seorang Portugis justru ia menentang penindasan yg dilakukan oleh bangsanya sendiri sehingga ketika Maluku diserang Belanda masyarakatnya tetap melawan.

Kelima, salah satu teman kita mengatakan bahwa...

Ane kira yang dianggap "penjajah" di Indonesia adalah bukan hanya berasal dari Belanda. Begitu juga orang yang bukan di golongan pribumi (yang juga mungkin disamakan penjajah) juga bukan hanya berasal dari Belanda. Mungkin karena orang Indonesia yang sudah tua-tua terbiasa dengan mindset bule=landa jadi masih terbawa. Akantetapi mengenai ini mungkin dilanjutkan dibahasan lain walau masih ada hubungannya.

Secara rasional, misi penyebaran agama dibarengi dengan misi perdagangan akan memberikan manfaat yang tidak maksimal untuk keduanya. Karena pada fokusnya, yang ane tangkap, yang diprioritaskan baik oleh VOC, Inggris ataupun pemerintahan Belanda adalah lebih mengenai perdagangan. Karena pada umumnya ribut-ribut antara pengkoloni satu dengan pengkoloni lainnya secara lingkup global adalah soal perdagangan.

Mungkin juga itu kenapa, selain Indonesia, India (yang lebih banyak didatangi ... East Indie Company) juga tidak berubah banyak dalam hal keagamaan. Kurang lebih juga sama dengan beberapa negara bekas kolonisasi lainya di daerah asia tenggara. Kecuali, jika pengertiannya adalah penjajah=pedagang dan sebaliknya.

Tidak bisa dipungkiri agama dalam sejarah memang pernah dijadikan alasan perang. Dimana setelah perang selesai ada lahan kosong dan kemudian menjadi bagian sang pemenang. Hingga pada gilirannya ada anggapan bahwa seluruh periode sejarah adalah karena hal tersebut. Wajar jika dianggap masa kolonilasasipun juga masih begitu.

Akantetapi jika mau melihat lebih dalam di sejarah kolonisasi Indonesia, keadaan didalam lingkup nasional tidaklah selalu masyarakat golongan pekerja langsung bermasalah dengan penjajah. Karena ada lapisan "penerjemah" diantara keduanya. Entah itu berupa monarki atau kaum terpelajar atau priyayi atau yang lainnya. Lapisan ini ada yang teritorial, ada juga yang antar teritorial. Rasionalnya, seorang pekerja apa bisa diberikan perintah dengan bahasa yang tidak ia mengerti? Begitu juga, apakah bisa sebuah agama diberikan dari keterbatasan itu? 

Menurut ane, lapisan penerjemah yang ada di Indonesia ini justru sudah memiliki agama (apapun itu) dan pola cara yang tersendiri. Karena ada kelas-kelas dalam masyarakat yang sudah terbentuk terlebih dahulu disini. Secara kasar adalah pekerja-penerjemah-penjajah. Pekerja membayar pajak ke penerjemah, penerjemah membayar pajak ke penjajah. Skema ini di Indonesia kurang lebih berlaku cukup baku sampai kemudian datang masa banyak golongan pekerja berkesempatan menerima pendidikan. 

Menurut ane, perang-perang besar datangnya lebih dari golongan penerjemah ke penjajah. Hingga dengan skema yang demikian maka pada saat gerakan nasionalisme tergelar, ada bagian dari kubu yang tadinya golongan pekerja dan golongan penerjemah bertemu di tempat yang sama. 1 ingin negara begini, 1 ingin negara begitu.

Bagaimanapun, di Indonesia sendiri, tidak bisa secara simple diartikan adanya gereja atau kapel adalah bagian penjajah, adanya masjid atau surau adalah bagian penerjamah. Jika demikian, lalu mana bagian pekerja? Begitu juga dengan tidak bisa mengartikan semua invasi atau pendudukan atau imperialisasi atau pola tingkatan atas bawah lainnya adalah selalu berbau keagamaan.

' be wise when related anything, because some of warmonger are frustrated peacemaker'

Tidak ada komentar:

Posting Komentar